Selamat datang di blog gue, sebenarnya di tulisan blog gue ini banyak menyinggung tentang perjuanganku yang ingin masuk Fakultas Kedokteran, Nah karena gue gagal masuk FK, jadi aku ingin share ke kalian cerita gue dan hikmah yang terjadi dibalik itu... So Here We Go!!!
KEGAGALAN
MEMBUATKU MENGENAL TUHANKU
Gerah, panas, dan
pengap dan sangat membuat tidak nyaman,
tapi itulah yang membuatku bangun dari tidurku. Pada pukul 03.00 WIB segera ku
beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk segera mandi dan
mengambil air wudhu yang menjadi rutinanku setiap hari ketika di pesantren.
Mungkin menurut teman sebayaku, hal itu aneh dilakukan untuk Santri kelas enam
atau kelas tiga aliyah yang biasanya yang melakukan itu adalah kelas 1 MTs.
Namun tidak sama sekali bagiku, aku sangat menikmatinya karena dengan itulah
aku bisa segera mencurahkan isi hatiku pada tuhan melalui sholatku . Ya, aku
termasuk individu yang ambisius. Semua hal yang memang menjadi tujuanku harus
aku dapatkan, walaupun berat tapi aku sangat menikmati prosesnya. disetiap
belajar, doa, dan ikhtiarku hanya aku
tujukan pada ambisiku untuk menjadi seorang dokter. Hari demi hari pun
terlewati sampai akhirnya datanglah hari-hari yang aku tunggu dimana aku harus
mendaftarkan pendidikanku ke tingkat universitas. Persepsiku tentang
universitas yaitu tempat dimana aku bisa memperoleh nasib yang baik untuk masa
depanku, karena anggapanku saat itu salah satu parameter kesuksesan melalui
pendidkan di universitas, apalagi dengan jurusan yang sangat di damba-dambakan
dan sangat menjajikan prospek kerjanya.
Dokter, ya satu
kata itulah yang selalu terngiang dalam hatiku. Keinginanku menjadi seorang
dokter didasari oleh beberapa sebab. Dulu aku ingin menjadi dokter karena banyak
sekali kasus orang meninggal gara-gara minimnya tenaga medis yang menangani.
Khususnya masalah persalinan. Karena setelah di lansir, dokter spesialis
ginekolog yang ada di kabupaten yang aku tempati hanya 3 orang, dari tiga itu 2
dokter pria dan 1 dokter wanita. Selain itu minimnya biaya serta melesatnya
pertambahan penduduk menjadi alasan terjadi masalah tersebut. Melihat fakta
dilapangan, keinginan menjadi dokter semain kuat dan semangatkupun semakin
membara, apalagi keluarga, sahabat, dan masyarakat sangat mendukung niat
baikku. dan Alhamdulillah keadaan finansial keluargaku juga mumpuni jik aku
melanjutkan sekolah kedokteran dengan biaya sendiri.
Aku mendaftarkan
pendidikanku di Universitas melalui jalur undangan SNMPTN. Program Studi yang
aku pilih tentu yang berbau kedokteran. Ya semua jalur umum, kedokteran aku
tempatkan pada urutan yang nomor satu, sedangkan yang kedua dan ketiga aku asal
mengiisi aja sebagai formalitas, karena menurut guruku sistematika penyeleksian
hanya dilihat pada pilihan nomor satu. Di hari-hariku menunggu pengumuman, aku
isi dengan kesibukan persiapan ujian pesantren seperti latihan membaca kitab
kuning, mengajar, baca Qur’an, dan lain-lain. Pada waktu itu juga tak
henti-hentinya aku berdoa kepada Allah supaya aku masuk ke sekolah kedokteran.
Saking ambisisusnya aku, doa itulah yang terus menerus aku lantunkan dalam
setiap aku bermunajat kepadanya hingga aku lupa doa yang harusnya aku juga
pinta kepadanya yaitu” Ya Allah Berikan yang terbaik karena engkaulah yang
lebih tau mana yang aku butuhkan dan yang aku inginkan”.
Hari pengumuman
penerimaan jalur SNMPTN tiba di hari itu, dan Alhamdulillah aku diterima, ya
aku diterima. Namun aku diterima bukan di jurusan yang benar-benar aku inginkan
dan aku dambakan, aku ditolak masuk jurusan kedokteran dan aku diterima di
jurusan biologi, hati hancur ketika melihatnya, rasa kecewa pun muncul seketika
itu, air mataku meleleh. Padahal dari 76 orang yang daftar jalur SNMPTN hanya 7
orang yang diterima, salah satunya aku, begitu mahalnya kesempatan itu. Ketika
orang lain menangis karena tidak diterima dan mengiri pada orang yang diterima,
ketika orang yang diterima sangat senang karena tercapai keinginanya, ketika
banyak orang yang memberi selamat kepadaku atas diterimanya aku, hal yang aku lakukan justru menangis
sekencang-kencangnya. Aku merasa Allah tidak adil padaku, tidak menghargai
perjuangan yang selama ini aku lakukan, tidak mendengar doa yang tiada henti
kupanjatkan. Yang ada dalam hati hanya perasaan marah dan kesal terhadap takdir
yang sudah dibuatnya. Astaghfirullahaladzim.. Seburuk itu aku pada waktu itu.
Kesempatan demi
kesempatan yang bisa aku lakukan untuk menjadi mahasiswa kedokteran terus
berlanjut hingga aku mendaftarkan diriku pada jalur SBMPTN dan PBSB. Jalur
SBMPTN aku tidak diterima karena tanggal mainya bebarengan bersama aku
mengikuti daftar ulang di jurusan biologi dimana aku dinyatakan di terima di
jurusan tersebut. Di jalur PBSB akupun ditolak karena mungkin kriteria yang
diinginkan oleh jalur tersebut aku belum mencukupinya. Ketika yang lain masih
sibuk mendaftar ke Universitas karena mereka masih belum jelas dimana dan
jurusan apa yang mereka akan tempuh di waktu yang akan datang, aku dengan beruntungya
sudah diterima dan sudah mendapatkan domisili tetap walau jurusanya benar-benar
di jurusan yang tidak aku inginkan sama sekali.
Waktu ke waktupun
berjalan, akupun sudah sedikit bisa melupakan ambisiku yang begitu besar untuk
masuk di jurusan kedokteran. Hal itu mungkin karena aku melihat teman-temanku
yang masih luntang-lantung berjuang untuk diterima di PTN dengan jurusan
apapun, karena hal yang terpenting yang ingin mereka capai yaitu” yang penting
di terima dulu, jurusan apapun tidak masalah”. Sejak saat itu timbul rasa
syukurku atas ni’mat yang diberikan Allah untukku yang bisa masuk PTN dengan
jalur yang paling awal dan tanpa tes sehingga biaya yang dikeluarkanpun tidak
begitu banyak. Namun aku masih ada niatan mendaftar di jalur terakhir yaitu jalur
SPMB mandiri, yang mana masuk jalur tersebut selain memeras otak juga biaya
yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Salutnya lagi, keluargaku sangat
mendukung usahaku untuk meraih cita-citaku. Hingga tak henti-hentinya dia
sholat hajat yang di khususkan untuk aku supaya bisa masuk jurusan kedokteran.
Rencana daftar
SPMB mandiri di PTN yang aku tuju pun batal, karena sesuatu tiba-tiba
datang sangat membuatku bahagia di momen
itu. Rasanya seperti disambar petir. Kaget dan rasa senang yang tidak bisa di deskrepsikan
dengan kata-kata, harapan yang sebelumnya mulai hilang kini tinggi membuncah
kembali, rasanya hal paling paling bahagia dalam hidupku terjadi di saat momen
itu. Ya, kakak sepupuku datang, dia adalah seorang pengacara dan bagian
administrasi penerimaan mahasiswa di suatu PTN yang favorit khususnya di bidang
kedokteran dan bergengsi di wilayahku. Dia datang menawarkan sebuah jaminan
diterimanya aku sebagai mahasiswa kedokteran tanpa harus tes, orang menyebut
jalur ini dengan sebutan jalur dalam karena sistemnya memakai orang dalam untuk
meluluskanya. Namun tidak semudah itu, hal yang harus dilakukan orang tuaku
yakni menyiapkan uang sebesar 5 Juta rupiah sebagai DP dan 500 juta jika aku
sudah dinyatakan diterima. Salutnya lagi, walau jumlahnya sangat fantastis,
namun orang tuaku lebih semangat dan tanpa pikir panjang, beliaupun mengiyakan
tawaran tersebut. Di raut wajah mereka terlukis sebuah kebahagiaan bisa merealisasikan cita-cita anaknya. Begitu
juga nenekku yang sangat mendukung sekali, dukungan beliau tidak hanya berupa
dukungan batin, namun dari segi finansialpun beliau rela mengeluarkan berapapun
yang ia punya, asalkan keingininanku bisa terwujud Subhanallah.. Terimakasih
YaAllah sudah kau karuniakan kepadaku keluarga yang luar biasa.
Setelah perjanjian
di setujui, tibalah dimana aku harus mengikuti tes masuk kedokteran. Tes
tersebut hanya sebagai formalitas karena PTN tersebut memang mengharuskanya.
Ketika aku dan ayahku berangkat ke tempat dimana aku harus tes, disana aku
disambut oleh kakak sepupuku. Disana aku diantar ke gedung tempat aku tes, dan
yang paling spesial yaitu aku diperlihatkan gedung fakultas kedokteran yang
menurut aku itu bagus banget, yang masuk di fakultas itu katanya hanya anak
yang sangat pintar dan anak konglomerat, karena disana memang biaya kuliahnya
sangat besar. Namun prospek kerja lulusan PTN tersebut sangat digandrungi oleh
masyarakat dan dunia kerja. Tidak hanya itu, kakak sepupuku pun sudah
mencarikanku tempat tinggal selama aku kuliah di PTN tersebut, berkas-berkas
persyaratan pun sudah mulai kulengkapi karena ada berkas khusus untuk jalur ini
sangat rumit. Namun semua perjalanan tersebut sangat aku nikmati. Tak
henti-hentinya ku bermunajat pada Allah supaya mengabulkan keinginanku. Di
hari-hari itu rasanya sangat senang, bahkan aku sudah tidak memikirkan lagi jurusan
dan Universitas yang sudah menerimaku. Rasa deg-degan pun muncul setiap waktu.
Karena walaupun memakai orang dalam, pengumuman kelulusan tetap secara formal.
Tibalah aku di
suatu hari yang mana nasibku untuk menjadi dokter terealisasi atau malah
sebaliknya. Rasanya takut, seneng, grogi, pokonya campur aduk. Dan mau gak mau
aku harus siap melihatnya. Aku mengeceknya di Web yang mana sudah disediakan
PTN tersebut. Aku membukanya bersama ayah dan ibuku. Mereka juga turut was-was
dan berdebar. Saatnya aku klik kode dan pasword. Dan hasilnya adalah aku
dinyatakan TIDAK LULUS. Sekian kali dua kata itu menghampiriku lagi. Semula
wajahku yang sumringah, bibirku yang tak luput dari lantunan doa, hati yang
selalu optimis pun luntur seketika. Smartphone yang aku pegang, aku lempar
dengan durasi waktu yang begitu singkat, hatiku hancur, air mataku tak hentinya
menetes, rasanya hidupku begitu membosankan, selalu tidak beruntung. Rasanya
Allah tidak adil padaku, usaha yang aku lakukan semua itu sia-sia, doa yang
setiap hari aku panjatkan semua tak ada gunanya, ingin marah semarah-marahnya
dengan keadaan ini. Mengapa keadaan ini terjadi padaku, aku sama sekali lupa
akan begitu banyak ni’mat Allah selama ini yang tidak bisa dihitung jumlahnya.
Yang aku ingat hanya ketidak adilan semua ini.
Hari-hari yang
kujalani sejak setelah diumumkanya ketidak lulusanku masuk Fakultas kedokteran
sangat tidak etis, yang kulakukan pada saat itu marah, nangis, tidak mau diajak
ngomomg siapapun. Ya, hanya itu yang aku lakukan, aku seperti orang gila, aku
seperti orang yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan, aku seperti orang
yang tidak pernah belajar ilmu agama, aku seperti orang yang tidak menegenal
tuhan dan aturan agama, rasanya aku tidak ingin lagi melanjutkan ppendidikanku
di Universitas, setiap aktivitas yang aku lakukan selalu diisi dengan tangis.
Kondisiku seperti ini berlangsung kurang lebih selama 10 hari. Orang tuaku
melihat aku seperti ini pun ikut menangis, merasa iba, dan tau apa yang
dirasakan anaknya. Setiap hari selalu memberi wejangan dan motivasi supaya aku
bisa bangkit kemabali seperti dulu aku yang semangat dalam melakukan hal
apapun. Namun tidak satupun wejangan yang mereka berikan kepadaku aku terima.
Aku menutup telingaku rapat-rapat. Yang aku lakukan hanya menangis dan marah.
Aku marah karena mengapa mereka menyutujui kotrak itu, seandainya aku tidak tau
kontrak itu mungkin aku tidak akan segila ini. Sebenarnya akupun ingin
menyudahi tingkahku yang seperti ini, namun jika aku teringat, hal itu lebih
membuatku histeris dari sebelumnya. Aku tidak keluar kamar kecuali hanya ke
kamar mandi. Makanpun aku di antarkan tiap hari ke kamarku. Bisa dibilang momen
ini merupan momen terburuk dalam hidupku.
Rasa penasaran
mengapa aku tidak diterimapun sangat kuat, hingga akhirnya ayahku menanyakanya
kepada kakak sepupuku. Dengan jawaban bahwa latar belakang sekolahku yg masih
Madrasah Aliyah Swasta lah yang menjadi penyebab tidak diterimanya aku .
seketika itupun aku sangat membeci Almamaterku, aku menyesal pernah sekolah
disitu, mengapa aku dulu tidak memilih sekolah yang favorit, bagus, dan
lain-lain. Rasa campu aduk terus menyalahkan pada keadaan itulah yang aku
rasakan di hari-hari gelapku.
Pada suatu waktu,
adik aku sakit Demam Berdarah yang mengharuskanya di Opname. Otomatis jika di
opname, keluargaku harus pindah sementara dirumah sakit karena untuk mengurus
adikku yang sedang sakit. Melihat kondisiku yang masih seperti itu nenekku
tidak tega meninggalkanku, tapi adikku sangat membutuhkanya karena selama ini
yang mengurus adikku yang sakit adalah nenekku. Dengan kondisiku yang seperti
itu akhirnya keluar suatu kalimat dari mulut beliau kepadaku “Kamu dari kecil
di taruh pondok pesantren supaya tau agama, tapi hidupmu kok kaya tidak punya
iman sih nduk, masak masalah seperti ini aja kok sampek begitu” ucapnya. Ketika
aku mendengar apa beliau ucapkan, hatiku berdebar hebat. Rasanya seperti dapat
cambukan yang sangat dahsyat. Seketika itu mulai sedikit tersadar dan sekitika
pun aku nangis sambil memeluk nenekku dalam-dalam. Kami berdua larut dalam
suasana hening dan sama-sama menangis. Aku ingin segera lepas dari kondisi
seperti ini. Akhirnya karena tidak tega meninggalkanku, nenekku pun mengajakku
kerumah sakit. Di tempat ini justru aku lebih merasa syok, karena disini aku
bertemu banyak dokter. Rasanya pengen marah jika bertemu mereka. Perasaan iri
terus muncul karena mengapa Allah tidak mengizinkanku menjadi seperti itu.
Pikiranku terus
terngiang-ngiang oleh kalimat yang diucapkan nenekku sebelumnya, rasanya jauh
sekali aku dengan tuhanku, rasanya begitu jauh aku meninggalkanya, tidak
mengandalkanya, tidak pernah bermunajat lagi kepadanya seperti dulu aku
menginginkan mimpiku. Aku baru tersadar jika segala sesuatu yang terjadi adalah
Qodlo-qodar-Nya, apapun yang diberikanya memang sesuatu yang terbaik buat kita,
Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, apa yang
kita butuhkan itulah yang terbaik untuk kita.
Sejak saat itu aku
lebih belajar lagi, bagaimana aku menjadi hamba, yang diciptakan untuk tunduk
dan ibadah. Aku mencoba bersyukur disetiap keadaan walupun itu sangat susah dijalani.
Aku mulai menjalani hari-hariku lagi seperti biasanya. Alhasil keinginanku yang
menggebu-nggebu ingin menjadi dokter hilang seketika. Allah ternyata menyiapkan
banyak kejutan dibalik kegagalanku. Banyak sekali hal yang aku dapat yang
saking banyaknya sampai tidak bisa disebutkan satu-satu setelah aku menjalani
hidupku yang baru. Aku baru tersadar jika bahagia datang setelah kita bersyukur
dan taat pada-Nya, bukan kita mendapat kebahagiaan dulu baru kita bersyukur.
Terimakasih Allah karena sudah membuatku menjadi hamba yang lebih mengenal
tuhanya. Maafkan aku dengan segala tingkah burukku selama ini. Semoga dengan
berjalanya waktu, rahmat, ridha, dan hidayah selalu kau berikan kepada kami
hambamu yang sangat butuh akan itu.
Nilna, keren bgt gpp itu takdir Allah selalu yang lebih baik buat nilna..... Lanjutkan nulis blognya ya... Wait the next.. pokonya kebe setia membaca
BalasHapus